About

“Urban Farming Technology” Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Sebagai Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan bagi Masyarakat Miskin Kota di Masa Pandemi Covid – 19 (Tahmid Bendoro Gorin)

 

“Urban Farming Technology” Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Sebagai Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan bagi Masyarakat Miskin Kota di Masa Pandemi Covid – 19 
(Tahmid Bendoro Gorin)



    Pandemi Covid – 19 yang masih mewabah di Indonesia mengakibatkan sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya kebutuhan pangan masih mengalami berbagai permasalahan. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan ketersediaan pangan di Indonesia. Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi setiap individu untuk mampu mempertahankan hidup. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi individu pada setiap waktu merupakan hak asasi yang harus terpenuhi (Masniadi et al., 2020).
    Berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO) (2020) menyatakan bahwa jika petani tidak memiliki kemudahan akses ke ladang mereka atau tidak memiliki sarana atau akses untuk membeli benih dan hal – hal lain untuk menanam atau membeli pakan hewannya, maka produksi pertanian atau peternakan akan turun secara signifikan. Hal ini mendefinisikan bahwa akan semakin sedikit makanan yang tersedia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
    Keberadaan pertanian di daerah perkotaan dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam yang ada di kota dengan menggunakan teknologi tepat guna. Urban farming atau pertanian perkotaan merupakan sistem yang tidak hanya sebatas mengatasi ketahanan pangan di tengah adanya wabah Covid – 19, tetapi juga mengoptimalkan akses, kuantitas, dan kualitas pangan bagi masyarakat miskin kota. Menurut (Haleky & Taylor, 2006) menyatakan bahwa urban farming merupakan salah satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan dan jika dirancang secara tepat akan mampu mengatasi masalah kerawanan pangan.
    Menurut Golder, 2013 (dalam Nurlaelih & Damaiyanti, 2019) menyatakan bahwa urban farming mempunyai beberapa manfaat, antara lain: (1) Menciptakan kawasan perkotaan yang kompak dan menghasilkan kebutuhan pangan bagi masyarakat kota secara mandiri, sekaligus lebih efisien dalam mengurangi biaya distribusi bahan pangan dan mengurangi kebutuhan energi. (2) Melestarikan budaya domestikasi tanaman dan hewan serta memberi kesempatan dan pembelajaran bagi generasi mendatang untuk lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan pangan. (3) Menciptakan lingkungan yang berorientasi pada penyediaan pangan yang mandiri dan berkelanjutan.
    Urban farming memberikan nilai positif bukan hanya pada pemenuhan kebutuhan pangan tetapi banyak aspek lain yang bermanfaat bagi kelanjutan kota khususnya masyarakat miskin kota setempat. Menurut (Fauzi et al., 2016) menyatakan apabila praktik urban farming dilakukan dengan memperhatikan aspek – aspek lingkungan mampu memberikan banyak manfaat. Nilai kehadiran urban farming dapat dilihat dari aspek ekonomi, ekologi, sosial, estetika, dan edukasi.
    Peran urban farming jika ditinjau dari aspek ekonomi memiliki banyak keuntungan diantaranya yaitu; stimulus penguatan ekonomi lokal, pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan penghasilan masyarakat pada tingkat mikro, mengurangi kemiskinan, meningkatkan produksi dan penurunan harga pangan sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat miskin, efisiensi penggunaan biaya distribusi dan energi bahan bakar, biaya pemeliharaan kota berkurang, meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan makanan di wilayah perkotaan serta efisiensi anggaran rumah tangga. Penerapan urban farming secara tepat memberikan manfaat yang sangat besar pada aspek ekonomi, tidak hanya dari potensinya dalam menyerap tenaga kerja dan pemenuhan pangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat miskin kota.
    Menurut Kementerian LHK, 2018 menyatakan bahwa peran dan upaya pihak terkait dalam menerapkan urban farming, yaitu; Pertama, peran dan upaya pemerintah, sangat dibutuhkan dalam penerapan urban farming. Political will dari pemerintah baik di pusat maupun di daerah sangat diperlukan agar gerakan urban farming dapat diterapkan secara nyata. Pemerintah dalam hal ini tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga berperan sebagai motivator sekaligus mitra bagi pelaku usaha tani perkotaan. Peningkatan koordinasi kerja antar pemerintah yang berwenang dalam implementasi kebijakan yang terintegrasi dan komprehensif untuk pengembangan urban farming akan meningkat perannya apabila ada aturan pertanian perkotaan atau urban farming sebagai dasar pedoman kegiatan bagi pemerintah dalam upaya penerapan urban farming yang berkelanjutan.
    Kedua, dalam sektor swasta, peran dan upaya mewujudkan ketahanan pangan berbasis urban farming dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid – 19. Urban farming dalam sektor wisata dapat berperan sebagai konsumen sekaligus produsen hasil – hasil pertanian. Secara umum, peran dan upaya yang dapat dilakukan oleh sektor swasta dalam penerapan urban farming yaitu; (1) Sektor swasta sebagai pemilik modal, benih induk dan teknologi (Sponsor), (2) Sektor swasta dapat membeli hasil panen dari urban farming (Purchaser), (3) Sektor swasta dapat menyediakan pelatihan pasca panen, akses ke pasar dan menjamin pembelian hasil panen dari penerapan urban farming (Professional Services, Service Provision, and Buyer).
    Ketiga, peran dan upaya perguruan tinggi dalam mengembangkan teknologi tepat guna urban farming sangat dibutuhkan. Berbagai inovasi – inovasi teknologi pertanian mutakhir untuk melakukan urban farming perlu dikembangkan sehingga dapat mendorong ketahanan pangan di Indonesia. Perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai transfer of knowledge kepada masyarakat. Perguruan tinggi memiliki banyak sarjana ilmu terapan yang merupakan kelompok dan memiliki potensi untuk mengembangkan inovasi.
    Keempat, peran dan upaya komunitas sebagai motor penggerak partisipasi masyarakat dalam penerapan urban farming. Seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam penerapan urban farming ada tiga syarat, yaitu; (1) Adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, (2) Adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi), (3) Didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen) (Oktavia & Saharuddin, 2015).
    Kelima, peran media sosial dalam penerapan urban farming. Penggunaan media sosial dalam kegiatan urban farming membuat setiap orang dapat dengan mudah terhubung. Melalui media sosial, setiap orang dapat bertukar pikiran tentang hal-hal yang berhubungan dengan urban farming, seperti diskusi tentang teknik menanam, merawat, memanen tanaman tertentu, memupuk, dan metode – metode menanam yang lebih mutakhir.
    Oleh karena itu, dalam meningkatkan ketahanan pangan di tengah pandemi Covid – 19, penulis menggagas ide berupa pemanfaatan teknologi tepat guna berbasis urban farming sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan masyarakat miskin kota. Konsep urban farming ini menawarkan pertanian yang berkelanjutan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Konsep ini dapat diterapkan pada masa pandemi, pasca pandemi Covid – 19 maupun berkelanjutan mengikuti perkembangan di era digitalisasi ini. Urban farming melibatkan keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengolahan pertanian yang sangat bermanfaat bagi masyarakat miskin. Maka dari itu, untuk membuat pelaksanaan urban farming secara masif dan berdampak nyata diperlukannya kerja sama yang terintegrasi antara berbagai pihak sehingga terciptanya kemandirian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya bagi masyarakat miskin kota.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "“Urban Farming Technology” Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Sebagai Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan bagi Masyarakat Miskin Kota di Masa Pandemi Covid – 19 (Tahmid Bendoro Gorin)"

Posting Komentar