PEMANFAATAN LIMBAH BATANG TEMBAKAU MENJADI TOXYL “TOBACCO XYLITOL” DALAM UPAYA MEMAJUKAN INDUSTRI TEMBAKAU (Lilis Ayu Fatinia, Risma Damayanti)
PEMANFAATAN LIMBAH BATANG TEMBAKAU MENJADI TOXYL “TOBACCO XYLITOL” DALAM UPAYA MEMAJUKAN INDUSTRI TEMBAKAU
(Lilis Ayu Fatinia, Risma Damayanti)
BAB 1. LATAR BELAKANG
Tembakau merupakan komoditas strategis dari salah satu tanaman perkebunan di Indonesia. Produksi tembakau Indonesia pada 2021 diperkirakan mencapai 261.011 ton. Jika berdasarkan provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi yang paling banyak memproduksi tembakau, yakni sebanyak 136.069 ton pada 2020. Dilihat dari luas area tembakau nasional 236.687 Ha. Sedikit bertambah dari tahun lalu yang sebesar 236.013 Ha. (Dirjen. Perkebunan, 2021). Produksi yang besar menjadikan tembakau sebagai sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja.
Pengolahan tembakau yang dikenal luas saat ini yaitu pembuatan rokok. Bagian tanaman tembakau yang diolah menjadi rokok adalah daun sedangkan batang tembakau tidak di olah dan menjadi limbah. Kisaran populasi tanaman tembakau perhektar lahan adalah 22.000 pohon dengan perkiraan berat batang tembakau 0,5 kg, sehingga terdapat lebih dari 2 juta ton pertahun batang tembakau (Sofiana, 2020). Penanganan limbah batang tembakau saat ini hanya dilakukan dengan proses pembakaran. Pembakaran batang tembakau memiliki dampak buruk terhadap lingkungan karena batang tembakau masih mengandung nikotin. Cemaran asap batang tembakau yang mengandung nikotin yang memicu kanker paru-paru yang dapat berakibat fatal apabila terhirup oleh manusia. Oleh karena itu, diperlukan solusi alternatif dalam mengolah batang tembakau untuk menjadi suatu olahan yang bermanfaat dan tidak mencemari lingkungan. Batang tembakau mengandung jumlah kandungan selulosa 56,10%, lignin 15,11%, hemiselulosa 22,44%, total karbon organik 44,61% (Kartikawati, 2016). Kandungan dalam batang tembakau dan besarnya potensi pemanfaatan limbah batang tembakau dapat menjadi satu solusi untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan mengurangi limbah pada lingkungan. Xylitol ini merupakansalah satu alternatif dari pengolalahan limbah pada batang tembakau, yang dapat digunakan sebagai pemanis alami. Xylitol dimanfaatkan di industri makanan, farmasi dan kosmetik. Penggunaan xylitol sebagai pemanis mempunyai banyak manfaatnya, diantaranya memberikan rasa yang menyegarkan pada tenggorokan setelah mengkonsumsinya, mengurangi penumpukan karang gigi, mengurangi pembentukan plak gigi, meningkatkan aliran air liur yang dapat membantu proses penyembuhan lapisan email gigi, dan sebagai gula pengganti untuk para penderita diabetes. Gula xylitol juga banyak digunakan sebagai bahan campuran untuk perawatan kesehatan gigi.
Salah satu produk yang menggunakan xylitol adalah pasta gigi. Fungsi utama xylitol pada pasta gigi adalah sebagai anti bakteri dan mempertahan pH dalam mulut (Bar and dietetics 1988). Menurut Kementrian Perindustrian Industri, sejak 2008 industri pasta gigi terus meningkat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenaikan jumlah penduduk di Indonesia serta semakin banyak masyarakat yang sadar pentingnya menjaga kesehatan gigi dengan menggosok gigi. Berdasarkan hal tersebut, Pemanfaatan limbah batang tembakau menjadi xylitol menambah nilai guna batang tembakau sehingga berpotensi besar jika dikembangkan.
Xylitol memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa (gula kristal putih) sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pemanis makanan (Dewi, 2008). Xylitol sebagai pemanis alami dapat melindungi gigi dari bakteri Streptococcus mutans. Bakteri tersebut merupakan penyebab terjadinya karies gigi. Federation Dental International (FDI) dan WHO menargetkan usia 5 sampai 6 tahun setidaknya 50% harus bebas dari karies gigi di setiap negara. Data hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menyatakan bahwa proporsi terbesar masalah gigi dan mulut di Indonesia adalah karies gigi (45,3%). Karies gigi dapat diatasi dengan pencegahan secara fisik dan secara kimiawi. Secara fisik, pencegahan karies gigi dilakukan dengan sikat gigi, sedangkan secara kimiawi dengan menggunakan xylitol. Selain itu, xylitol juga aman untuk dikonsumsi penderita diabetes karena memiliki nilai indeks gula yang rendah. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI drg. Oscar Primadi, MPH mengatakan pelayanan kesehatan gigi di tengah pandemi COVID-19 harus beradaptasi dengan menerapkan protokol kesehatan. Pemanfaatan xylitol merupakan solusi yang tepat guna mengatasi limbah pada lingkungan sekaligus menerapkan cara adaptasi penanganan masalah gigi saat pandemi. Xylitol diabsorbsi secara lambat dan hanya sebagian yang dimetabolisme, maka nilai kalorinya 40% lebih kecil dari kelompok karbohidrat yang lainnya (Ardityo, Kalsum 2018). Secara farmakologi, xilitol mempunyai peran untuk mencegah kerusakan gigi, infeksi telinga pada anak-anak, dan sebagai pengganti gula untuk pasien diabetes (Kiet, et al., 2006; Rao, et al., 2006).
Xylitol sebagai gula pemanis memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu 5- 7$ US. Namun, ketersediannya dalam perdangangan masih rendah (Anggraeni, 2011). Menurut Industry Ekspert, pasar global untuk xylitol pada tahun 2016 adalah 190,9 ribu ton atau setara dengan US $ 725,9 juta dan diperkirakan akan mencapai 266,5 ribu ton atau setara dengan US $ 1 miliar pada tahun 2022(Anonim 2017). Berdasarkan data tersebut, tingkat kebutuhan gula xylitol di dunia sangat tinggi, penggerak utama pertumbuhan produksi xylitol adalah gaya hidup sehat masyarakat yang sudah semakin diterapkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kebutuhan produksi gula xylitol, namun Indonesia masih mengandalkan import untuk memenuhi kebutuhan xylitolnya. Selain itu, belum ada perusahaan di Indonesia yang mampu memproduksi xylitol karena produksi xylitol memakan biaya dan energi yang sangat banyak dengan proses yang tidak ramah lingkungan (Yi and Zhang 2018). Dengan demikian, tobacco xylitol memiliki peluang besar untuk dikomersialkan. Produksi tobacco xylitol dari batang tembakau dilakukan dengan proses fermentasi dengan menggunakan bakteri C. torpicalis. Produksi dengan menggunakan proses fermentasi cukup mudah untuk dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang besar.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Ide
Toxyl merupakan gula alkohol atau polialkohol yang didapatkan dari batang tembakau dan bisa dimanfaatkan menjadi pemanis alami. Toxyl memiliki tingkat kemanisan yang setara dengan sukrosa namun nilai kalorinya lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat lainnya. Toxyl ini tidak dapat difermentasi oleh Streptococcus mutans penyebab kerusakan gigi karena memiliki karbon 5, sehingga bersifat nonkariogenik yang aman bagi kesehatan gigi. Toxyl memiliki sifat-sifat antara lain: mudah arut dalam air, tahan terhadap panas sehingga tidak mudah mengalami karamelisasi, memberikan sensasi dingin seperti mentol. Toxyl yang dihasilkan dapat dipalikasikan diberbagai bidang seperti industri farmasi, produk perawatan kesehatan, dan industri bahan makanan.
Produksi toxyl dapat dilakukan dengan proses hidrogenasi xilosa pada suhu dan tekanan yang tinggi (80-140 oC, 50 atm) dengan bantuan katalis dan juga proses bioteknologi. Toxyl ini akan diproduksi dengan proses bioteknologi karena dapat mengurangi biaya produksi, lebih singkat, dan mengurangi pemakaian energi. Produksi toxyl yaitu sebagai berikut :
a. Produksi Xylosa
Batang tembakau dikeringkan menggunakan sun drying dan dilanjutkan penghalusan dan diayak dengan ukuran 40 mesh dan 50 mesh. Setelah diperoleh tepung batang tembakau (TBT) kemudian dihidrolisis dengan H2SO4 0,1 N dengan perbandingan 1:10 b/v dan didiamkan dalam suhu kamar selama 12 jam. Selanjutnya di pompa vakum untuk mengambil hidrolisatnya. Hidrolisat ditambahkan larutan NaOH, diatur pH sampai dengan 5,5. Larutan yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 6000 rpm selama 20 menit. Sampel tersebut diuapkan sampai ½ volume awal dengan suhu 100oC. Skema kerja dapat dilihat pada Gambar 2.
b. Produksi Toxyl
Substrat (xilosa) disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Substrat steril didiamkan hingga mencapai suhu kamar. Setelah itu di inokulasikan Candida torpicalis sebanyak 20 ml/100 ml substrat dan dimasukkan kedalam fermentor (Gambar 1). Media fermentasi digoyang-goyang dengan shaker 120 rpm selama 48 jam dengan suhu 30oC. Hasil fermentasi dipisahkan padatan dan cairannya pada kecepatan 600 rpm selama 20 menit dan dihasilkan toxyl. Produksi toxyl dapat dilihat pada Gambar 3.
0 Response to "PEMANFAATAN LIMBAH BATANG TEMBAKAU MENJADI TOXYL “TOBACCO XYLITOL” DALAM UPAYA MEMAJUKAN INDUSTRI TEMBAKAU (Lilis Ayu Fatinia, Risma Damayanti) "
Posting Komentar