About

POTENSI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI KULIT BUAH NAGA DI KABUPATEN BANYUWANGI (Rafly Rizqullah, Fanecia Apriani)

 


POTENSI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI KULIT BUAH NAGA DI KABUPATEN BANYUWANGI

(Rafly Rizqullah, Fanecia Apriani)



    Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur dengan sektor perekonomian yang paling dominan yaitu sektor pertanian. Pertanian memiliki peran penting dalam transformasi ekonomi pedesaan. Sektor pertanian yang tumbuh mendorong semakin berkembangnya aktivitas-aktivitas di bagian hilirnya, yaitu dengan menyediakan bahan baku untuk diproses ataupun didistribusikan. Pertumbuhan sektor pertanian menjadikan ekonomi pedesaan lebih terdiversifikasi (Harianto, 2007). Sektor pertanian sampai saat ini masih memegang peranan penting dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun salah satu produk unggulan dari sektor pertanian di Banyuwangi yaitu buah naga.
    Menurut data dari website resmi milik kabupaten Banyuwangi, banyuwangikab.go.id. produksi buah naga di Banyuwangi pada tahun 2020 mencapai 125.903 ton dengan luas lahan 4.787 hektar yang tersebar di beberapa daerah. Dikarenakan produksi buah naga yang tinggi mengakibatkan persaingan pemasaran meningkat, maka harga buah naga akan menurun dan menyebabkan pendapatan petani rendah. Dengan rendahnya harga buah naga maka jumlah konsumsi buah naga pada masyarakat pasti sangat tinggi dan hal ini akan menyebabkan terjadinya penumpukan kulit buah naga.
    Adapun limbah kulit buah naga yang dihasilkan sangat melimpah dan kebanyakan langsung dibuang. Pembuangan kulit buah naga dapat mencemari lingkungan, karena dapat menyebabkan polusi udara dengan munculnya bau tidak sedap. Sedangkan biasanya limbah dapur masyarakat hanya dibakar pada tempat pembuangan umum, hal itu dapat mencemari udara dan meningkatkan resiko pemanasan global. Padahal kulit buah naga memiliki perbandingan sekitar 30- 35% dari berat keseluruhan (Nazzarudin et al., 2011). Bila dihitung dengan ratarata perbandingan tersebut, total berat limbah kulit buah naga yang dihasilkan pada tahun 2020 mencapai 41.547 ton.
    Kulit buah naga sendiri memiliki kandungan gizi yang tidak kalah pentingnya dengan yang terkandung dalam daging buah naga. Berdasarkan penelitian Nuruliyana et al., (2010) menyatakan kandungan total fenol dalam kulit buah naga yaitu sebesar 1049,18 mgGAE/100g sedangkan total flavonoidnya sebesar 1310,10 mg CE/100g. Kulit buah naga juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pewarna maupun obat. Adapun kandungan kimia kulit buah naga diantaranya flavonoid, vitamin A, C, E, dan polifenol. Sedangkan kandungan gizi yang terkandung dalam kulit buah naga berdasarkan penelitian Wu et al., (2006) adalah aktivitas antioksidan pada kulit buah naganya lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan pada daging buahnya, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuruliyana et al., (2010) yang menyatakan bahwa di dalam 1 mg/ml kulit buah naga merah mampu menghambat 83,48 ±5,03% radikal bebas, sedangkan pada daging buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45 ± 1,02%.
    Adapun pengembangan agroindustri kulit buah naga yang dikaji dalam penelitian ini yaitu pengolahan kulit buah naga menjadi tepung, pudding, stik dan teh. Analisis data dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yaitu melalui analisis nilai tambah menggunakan metode hayami. Setelah diperoleh nilai tambah dilakukan penentuan strategi pengembangan agroindustri kulit buah naga. Hasil tersebut kemudian diolah dengan menggunakan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan agroindustri kulit buah naga.



    Menurut data statistik tahun 2020 yang diambil dari laman resmi Kabupaten Banyuwangi, buah naga merupakan komoditas unggulan ketiga setelah pisang dan jeruk siam. Dengan produktivitas yang mencapai 263 Kw/Ha, stok buah naga akan sangat melimpah dan secara tidak langsung akan meningkatkan volume konsumsi masyarakat. Hal itu akan membuat menumpuknya limbah kulit buah naga. Oleh karena itu, olahan dari kulit buah naga sangat berpotensi karena selain ketersediaannya yang melimpah, kulit buah naga juga kaya akan nutrisi. Dari data tersebut dapat dijadikan acuan untuk melakukan analisis nilai tambah dalam pengolahan kulit buah naga menjadi tepung, pudding, stik dan teh. Nilai tambah merupakan selisih antara komoditas yang mendapatkan perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung (Artika, 2016). Adapun analisis perhitungan nilai tambah ini dilakukan dengan menggunakan metode hayami (Hayami,1987).





    Pada tabel 1, analisis nilai tambah tepung dari kulit buah naga memberikan tingkat keuntungan sebesar 98,75%. Pada tabel 2, analisis nilai tambah pudding dari kulit buah naga memberikan tingkat keuntungan sebesar 81%. Pada tabel 3, analisis nilai tambah stik dari kulit buah naga memberikan tingkat keuntungan sebesar 97% dan pada tabel 4, analisis nilai tambah teh dari kulit buah naga memberikan tingkat keuntungan sebesar 99%. Sehingga dari analisis Hayami diatas, dapat disimpulkan bahwa produk olahan kulit buah naga sangat menguntungkan bagi pemilik perusahaan. Disamping itu, produk olahan kulit buah naga masih sangat sepi dan belum beredar dipasaran, sehingga hal ini menjadi keuntungan tambahan bagi pemilik perusahaan.
    Selanjutnya, dilakukan pengolahan lebih lanjut dari hasil analisis ini secara kualitatif yaitu dengan menggunakan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Analisis SWOT merupakan upaya-upaya untuk mengenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang menentukan kinerja perusahaan. Informasi eksternal terkait peluang dan ancaman dapat diperoleh dari banyak sumber, termasuk pelanggan, dokumen pemerintah, pemasok, kalangan perbankan, rekan diperusahaan lain (Richard, L., 2010). Rangkuti (2004), menjelaskan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan agroindustri kulit buah naga.



    Dari hasil kedua analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa olahan limbah kulit buah naga di Banyuwangi sangat berpotensi untuk dikembangkan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa olahan kulit buah naga menjadi tepung, pudding, camilan stik, dan teh memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Dimana produk olahan kulit buah naga ini masih sangat sepi dan belum beredar dipasaran, sehingga hal ini dapat menjadi keuntungan tambahan bagi pemilik perusahaan. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi kulit buah naga yang terbuang percuma dikarenakan langsung diuraikan bersama dengan tanah ataupun meminimalisir kebiasaan masyarakat setempat yang langsung membakar limbah kulit buah naga dan menyebabkan terjadinya pencemaran udara.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "POTENSI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI KULIT BUAH NAGA DI KABUPATEN BANYUWANGI (Rafly Rizqullah, Fanecia Apriani)"

Posting Komentar