OPTIMALISASI PROGRAM KALAMO MELALUI BIOREFINERY MIKROALGA UNTUK MEWUJUDKAN SDGs DAN NET ZERO EMISSION
PENDAHULUAN
Jika dilihat dari letak geografisnya, Indonesia termasuk dari jajaran negara dengan salah satu pulau terbanyak di dunia. Indonesia memiliki luas sekitar 7,81 Juta km2 dan di luas wilayah itu 3,25 juta adalah perairan sedangngkan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE) (Rosalia, et al., 2022). Lautan di Indonesia tentunya tak lepas dari kekayaan sumber daya alamnya, baik hayati maupun non hayati. Hal ini tentunya akan memberikan peluang pekerjaan yang besar bagi rakyat, salah satunya yaitu nelayan.
Nelayan merupakan julukan profesi untuk mereka yang bekerja menangkap ikan atau biota laut lainnya. Pekerjaan sebagai nelayan menjadi pekerjaan yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir. Menurut (Safina, 2024) Indonesia memiliki lebih dari 7,9 juta masyarakat yang memilih untuk menggantungkan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Sebagai tulang punggung sektor perikanan dan kelautan, nelayan tentunya juga turut berpartisipasi dalam ekonomi indonesia. Meningkatnya jumlah produksi ikan di Indonesia sebesar 11,66 ribu ton menjadi 23,13 ribu ton dalam kurun waktu 2010-2018. Cukup menunjukkan kontribusi nelayan pada faktor ekonomi negara (Sari & Khoirudin, 2023). Namun tak lepas dari perannya tersebut, nelayan harus dihadapi berbagai kendala dan masalah yang memperburuk kesejahteraan mereka.
Para nelayan pada saat ini harus dihadapi dengan berbagai rintangan yang membuat mereka harus mundur dari profesinya. Mulai dari krisis iklim hingga pencemaran air laut. Cuaca yang tidak bersahabat, menyulitkan para nelayan untuk memprediksi iklim. Gelombang laut yang semakin tinggi juga menjadi tantangan bagi para nelayan. Pemerintah tentunya tak tinggal diam. Untuk menghadapi krisis tersebut pemerintah memberikan sebuah bantuan terhadap nelayan dengan memberikan fasilitas yang produktif dalam sebuah program yang disebut KALAMO (Kampung Nelayan Modern). Melalui program yang dijalankan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi nelayan.
Namun pada saat ini program KALAMO masih dibilang belum optimal dikarenakan program ini masih belum merata. Hingga pertengahan 2024, daerah yang telah diterapkan program KALAMO sementara masih beberapa daerah saja yaitu Desa Samber-Binyeri, Numfor, Papua dan Pulau Pasaran, Lampung (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2024). Selain itu, menurut laporan redaksi oleh Kompas TV sebagian nelayan berpendapat bahwa program KALAMO masih belum menyentuh seluruh nelayan. Terutama mereka yang berprofesi sebagai nelayan tangkap.
Oleh karena itu, untuk lebih mengoptimalisasi program KALAMO. Penulis menggagas untuk mengusulkan pemberian fasilitas biorefinery dengan bahan baku mikroalga yang berjudul “Optimalisasi Program Kalamo Melalui Biorefinery Mikroalga untuk Mewujudkan SDGs dan Net Zero Emission”. Biorefinery dengan bahan baku mikroalga ini diharapkan dapat membantu seluruh nelayan secara merata dan dapat menjawab permasalahan nelayan terkait dengan energi.
0 Response to "OPTIMALISASI PROGRAM KALAMO MELALUI BIOREFINERY MIKROALGA UNTUK MEWUJUDKAN SDGs DAN NET ZERO EMISSION"
Posting Komentar